KEGIATAN DOSEN

PELAKSANAAN TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI- PENGAJARAN-PENELITIAN-PENGABDIAN MASYARAKAT

Sabtu, 04 Januari 2014

ARTIKEL ILMIAH-BUDAYA ORGANISASI-MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA-KUALITAS PELAYANAN PUBLIK



JOURNAL ILMIAH

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK MELALUI PENERAPAN BUDAYA ORGANISASI DAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


OLEH : Deddy Pandji Santosa

ABSTRAK

Hasil penelitian yang diperoleh mengenai rendahnya kualitas pelayanan publik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh variabel Budaya Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, disamping pengaruh variabel lainnya yang tidak diteliti.
Metode penelitian yang digunakan adalah melalui pendekatan dengan explanatory research, dimana faktor-faktor yang diidentifikasi dapat mempengaruhi peningkatan kualitas pelayanan publik diantaranya adalah : Transparansi, Akuntabilitas, Kondisional, Partisipatif, Kesamaan Hak dan Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban.
Kesimpulannya apabila penerapan Budaya Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia Di laksanakan di semua lembaga pelayanan khususnya di Pemerintahan Indonesia, maka Kualitas Pelayanan Publik akan Meningkat.
Kata Kunci : Budaya Organisasi, MSDM, Kualitas Pelayanan.



I.                   PENDAHULUAN
Pelayanan publik yang menjadi fokus studi disiplin ilmu Administrasi publik di Indonesia masih menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian yang komprehensif.
Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.  Masyarakat setiap waktu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan tersebut sering tidak sesuai dengan harapan. Pemerintahan milik masyarakat akan tercipta jika birokrat dapat mendefinisikan ulang tugas dan fungsi mereka.  Sedemikian penting karena hubungannya dan singgungannya dengan manusia dalam komunitas masyarakat banyak ( society community). Dalam konteks ini, birokrasi pemerintah memainkan perannya sebagai institusi terdepan yang berhubungan dengan pelayanan kepada masyarakat (warga). Oleh karena itu, dalam gugus institusi birokrasi pemerintah, pelayanan masyarakat merupakan pelaksanaan tugas-tugas pemerintah yang secara langsung memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
Peran pemerintah daerah sebagai penyedia pelayanan publik diarahkan kepada visi sebagai penggerak dan fasilitator dalam penyediaan pelayanan publik. Hal ini ditandai dengan orientasi dan peran aktif pemerintah daerah untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam penyediaan pelayanan public.
Masyarakat diberdayakan sehingga mampu mengontrol pelayanan yang diberikan oleh birokrasi. Dengan adanya kontrol dari masyarakat pelayanan publik akan lebih baik karena mereka akan memiliki komitmen yang lebih baik, lebih peduli, dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah.
Sebagaimana disampaikan oleh Osborne dan Plastrik ( 2004: 322-323) yang
menyatakan bahwa :
Pemerintah milik masyarakat mengalihkan wewenang kontrol yang dimilikinya ketangan masyarakat. Masyarakat diberdayakan sehingga mampu mengontrol pelayanan yang diberikan oleh birokrasi. Dengan adanya kontrol dari masyarakat, pegawai negri ( dan juga pejabat terpilih, politisi ) akan memiliki komitmen yang lebih baik, lebih peduli, dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah.
Secara teoritik, pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan.
Pelayanan publik menurut Sinambela ( 2006: 5) adalah : “ Sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik”.
Tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut  kualitas pelayanan prima, menurut Sinambela dkk, (2006:6) tercermin dari karakteristik:
“ (1) Transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti, (2) Akuntabilitas, yaitu pelayanan dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (3) Kondisional, yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemapuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas, (4) Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat, (5) Kesamaan hak, yaitu  pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya sara, status sosial, (6) Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik”
 Pelayanan publik menjadi isu kebijakan yang semakin strategis karena perbaikan pelayanan publik di Indonesia cenderung “berjalan di tempat”. Buruknya pelayanan publik di Indonesia sering menjadi variabel penting yang mendorong munculnya krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Krisis kepercayaan masyarakat teraktualisasi dalam bentuk protes dan demonstrasi yang cenderung tidak sehat menunjukkan kefrustasian publik terhadap pemerintahnya
Secara empirik pelayanan publik yang terjadi selama ini masih bercirikan : berbelit-belit, lambat, mahal, dan melelahkan. Kecenderungan seperti itu terjadi karena masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang melayani bukan yang dilayani. Pelayanan yang harusnya ditujukan kepada masyarakat umum kadang dibalik menjadi pelayanan masyarakat terhadap negara, artinya adalah birokrat sesungguhnya haruslah memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat.

RUMUSAN MASALAH
Adanya permasalahan mengenai rendahnya kualitas pelayanan publik yang diduga disebabkan karena Penerapan Budaya Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia belum berjalan dengan efektif, maka perlu diketahui faktor-faktor apa saja dari kedua variable tersebut yang mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik. Dengan mengenali factor-faktor atau dimensi-dimensi yang mempengaruhi serta mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap kualitas pelayanan publik, maka dapat dilakukan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik pada Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung pada masa yang akan datang. Oleh karena itu penelitian tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik melalui Penerapan Budaya Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia perlu dilakukan.

PEMBAHASAN
Sebagaimana telah dipaparkan di atas, bahwa Dimensi yang dapat mempengaruhi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik adalah Budaya Organisasi dan MSDM, maka kita harus mendalami keduanya sesuai dengan pendapat atau teorinya dari beberapa akhli.
Dimensi budaya organisasi menurut  Edgar H. Schein dalam Ndraha ( 2005: 235) ada dua yaitu :
1.Eksternal adaptation, yaitu surviving in and adapting to external, changing environment. Dimensi ini terdiri dari lima elemen yang dapat diukur dengan menggunakan instrument penelitian tentang sejauh mana nilai kelima elemen itu dianut (shared by) warga organisasi. Kelima elemen itu adalah: (a). Mission dan strategi,( b). Tujuan ( goals) yang dijabarkan dari misi,(c).Alat ( means) untuk mencapai tujuan,(d). Pengukuran ( measurement), standar,( e). Perbaikan (correction).
2.Internal Integration, yaitu managing internal integration, sudah barang tentu untuk meredam konflik dan meningkatkan kebersamaan. Hal itu mengandung enam elemen yang juga dapat diteliti dengan menggunakan instrument penelitian. Managing Internal Integration berarti: (a). Ciptakan bahasa dan lambang-lambang bersama.(b). Tentukan batas-batas kelompok,(c).Distribusikan kekuasaan dan kedudukan,(d). Kembangkan norma-norma keakraban, persahabatan dan kasih sayang, (e). Atur dan berikan insentif; reward dan punishment. (f). Terangkan hal-hal yang sulit diungkapkan karena sensitif atau tidak dapat dijelaskan seperti ideologi dan agama agar tercapai saling mengerti dan mengenal.
Di Indonesia Budaya Organisasi menurut Ndraha ( 2005 : 3):
“Mengemukakan bahwa sejak tahun 80-an saat sektor swasta berkesempatan mengembangkan usaha di bidang non-migas, kebutuhan akan pembudayaan nilai-nilai baru tentang kewirausahaan dan manejemen”. Kemudian pada tahun 90-an banyak dibicarakan tentang kebutuhan niali-nilai baru, konflik budaya, dan bagaimana mempertahankan Budaya Indonesia serta pembudayaan nilai-nilai baru”.
Bersamaan dengan itu para akademisi mulai mengkajinya dan memasukkannya ke dalam kurikulum berbagai pendidikan formal dan informal.  Yang dimaksud dengan budaya organisasi di Indonesia adalah budaya organisasi pada umumnya dan dalam garis besar. Menurut Ndraha ( 2005 : 241),
 “Organisasi di Indonesia dapat dikelompokkan menurut tipologi organisasi dan diidentifikasi menurut pendekatan Hampden-Turnerian. Pendekatan tersebut menunjukkan betapa kuatnya pengaruh budaya makro terhadap budaya mikro, atau dengan perkataan lain karena budaya makro di Indonesia adalah budaya politik, budaya organisasi sangat dipengaruhi oleh budaya politik, sementara budaya politik bergantung pada budaya elit yang berkuasa pada suatu masa”.
Budaya Organisasi (BO) merupakan bagian dari Manajemen Sumber Daya Manusia dan Teori Organisasi dalam rangka meningkatkan kinerja staff. Manajemen Sumber Daya Manusia melihat Budaya Organisasi dari aspek prilaku, sedangkan Teori organisasi melihat Budaya Organisasi sebagai wadah tempat individu bekerjasama untuk mencapai tujuan. Budaya Organisasi merupakan salah satu asset atau sumber daya organisasi yang menjadikan organisasi dinamis dengan karakteristik fisik (observable) maupun non-fisik (unobservable) yang khas berisi asumsi-asumsi, nilai-nilai, norma, komitmen dan kepercayaan, bermanfaat untuk mendorong dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi publik maupun privat.
 Kajian terhadap pengertian budaya organisasi juga mempertegas dan memperjelas peran Budaya Organisasi sebagai alat untuk menentukan arah organisasi, mengarahkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, bagaimana mengalokasikan dan memanage sumber daya organisasional ( SDM, Teknologi. Uang, Material, Informasi, Metode, dll ), dan juga sebagai alat untuk menghadapi masalah dan peluang yang datang dari lingkungan organisasi, terutama kekuatan ini bersumber dari nilai-nilai fundamental organisasi.
Martin, dalam Lako, (2004 : 31), berpendapat bahwa:” Budaya Organisasi merupakan sensitivitas terhadap kebutuhan pelanggan dan karyawan; kemauan untuk menerima resiko; kebebasan atau minat karyawan untuk memberi ide-ide baru; keterbukaan untuk melakukan komunikasi secara bebas dan bertanggung jawab”.
Kajian terhadap pengertian budaya organisasi tersebut, disimpulkan bahwa terdapat beberapa unsur atau elemen Budaya Organisasi, sebagai berikut :
1.      Lingkungan organisasi, meliputi : lingkungan intern ( SDM, Teknologi, Peraturan-peraturan, Material, Struktur Organisasi, Tugas pokok dan fungsi, dll). Lingkungan ekternal ( IPOLEKSOSBUDHANKAM, dll ).
2.      Karakteristik Organisasi yang kelihatan dan yang tidak kelihatan.
3.      Jaringan Kultural : unsur ini secara informal dapat dikatakan sebagai jaringan komunikasi dalam organisasi yang dapat dijadikan sebagai alat untuk menyebarkan nilai-nilai Budaya Organisasi.
4.      Kepahlawanan : unsur ini sering dimanfaatkan untuk mengajak seluruh karyawan untuk mengikuti nilai-nilai budaya organisasi yang dilakukan oleh orang-orang tertentu yang ditunjuk sebagai tokoh.
5.      Upacara/tatacara tertentu yang dilakukan secara rutin dalam rangka mensosialisasikan dan menginternalisasikan nilai-nilai karakteristik Budaya Organisasi.
Unsur Budaya Organisasi tersebut berinteraksi satu sama lain, saling mempengaruhi, saling menguatkan atau melemahkan tergantung dari tingkat keselarasan diantara unsur-unsur tersebut.  Namun secara bersama-sama unsur-unsur tersebut membentuk corak budaya kerja suatu organisasi baik di tingkat satuan kerja maupun di tingkat organisasi secara keseluruhan.
Pemahaman tentang Manajemen Sumber Daya Manusia berdasar pada pendapat pakar sebagai berikut: Kiggundu dalam Sedarmayati ( 2007: 351) “Manajemen Sumber Daya Manusia  dan sasaran individu, organisasi, masyarakat, bangsa dan internasional yang efektif”. Flippo dalam Sedarmayanti ( 2007:351) “Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat”.
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia secara umum adalah untuk memastikan bahwa organisasi mampu mencapai keberhasilan melalui orang. Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia dapat menjadi sumber kapabilitas organisasi yang memungkinkan perusahaan atau organisasi dapat belajar dan mempergunakan kesempatan untuk peluang baru.
David Guest dalam Sedarmayanti ( 2007:15) telah menggunakan model Harvard dan memperluas dengan mendefinisikan empat tujuan kebijakan yang dipercaya digunakan sebagai proporsi yang dapat diuji:
1.      Integrasi stratejik: kemampuan organisasi mengintegrasikan masalah manajemen sumber daya manusia ke dalam rencana stratejik, memastikan bahwa beragam aspek manajemen sumber daya manusia saling melekat, dan memberikan pimpinan masukkan perspektif manajemen sumber daya manusia ke dalam pengambilan keputusan.
2.      Komitmen tinggi: komitmen perilaku untuk mencapai tujuan yang disepakati, dan komitmen sikap yang direfleksikan dalam identifikasi kuat terhadap perusahaan atau organisasi.
3.      Kualitas tinggi: mengacu kepada semua aspek perilaku manajerial yang mendukung kualitas barang dan jasa yang dihasilkan, termasuk pengelolaan karyawan dan investasi berkualitas tinggi.
4.      Fleksibilitas: fleksibilitas fungsional dan memiliki struktur organisasi yang dapat diadaptasi dengan kapasitas mengelola inovasi.


Kekuatan pendorong di belakang Manajemen Sumber Daya Manusia adalah: Pencapaian keunggulan kompetitif dalam pasar melalui persediaan barang dan jasa yang berkualitas baik, melalui pemberian harga kompetitif yang dikaitkan dengan produktivitas tinggi dan melalui kapasitas yang dengan cepat melakukan inovasi serta mengelola perubahan sebagai tanggapan atas perubahan dalam pasar atau atas penemuan dalam penelitian dan pengembangan.
Karen Legge dalam Sedarmayanti ( 2007:16) mengemukakan :

Tema umum definisi Manajemen Sumber Daya Manusia yang khas adalah kebijakan sumber daya manusia harus terintegrasi dengan perencanaan bisnis stratejik dan digunakan untuk mendorong budaya organisasi yang layak ( mengubah yang tidak layak). Bahwa sumber daya manusia bernilai dan sumber keunggulan kompetitif, mereka akan disediakan sangat efektif dengan kebijakan bersama secara konsisten yang mempromosikan komitmen dan sebagai konsekuensinya, membantu terbentuknya keinginan dalam diri karyawan untuk bertindak secara fleksibel dalam kepentingan usaha”organisasi adaptif” untuk keunggulan.

Aktivitas pokok dari Manajemen Sumber Daya Manusia terdiri dari tujuh unsur yaitu:
  1. Organisasi.
Desain organisasi : Mengembangkan organisasi untuk memenuhi semua aktivitas yang diperlukan, mengelompokkannya secara bersama dalam cara yang mendukung integritas dan kerja sama, beroprasi secara fleksibel dalam menanggapi perubahan, dan disajikan untuk komunikasi efektif serta disajikan untuk pembuatan keputusan.
Desain jabatan: Memutuskan berdasarkan isi jabatan, tugas dan tanggung jawab mereka, serta hubungan yang ada antara pemegang jabatan dan orang lain dalam organisasi.
Pengembangan organisasi: Menstimulasi, merencanakan dan menerapkan program yang didesain untuk memperbaiki keefektifan fungsi organisasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan.
  1. Hubungan Ketenagakerjaan.
Memperbaiki kualitas hubungan ketenagakerjaan dengan menciptakan iklim kepercayaan, pengembangan kontrak psikologis yang lebih positif.
  1. Pemberdayaan.
Perencanaan sumber daya manusia memperkirakan permintaan orang dimasa yang akan datang. Perekrutan dan seleksi mendapatkan jumlah dan jenis orang yang diperlukan oleh organisasi.
  1. Manajemen Kinerja
Mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim dan individu dengan mengukur dan mengelola kinerja dalam kerangka kerja sasaran dan persyaratan kecakapan yang telah disepakati, memperkirakan dan memperbaiki kinerja, mengenali dan memuaskan kebutuhan belajar dan pemgembangan.
  1. Pengembangan sumber daya manusia
a.       Pembelajaran organisasi dan individu
b.      Pengembangan manajemen, member peluang belajar dan pengembangan
c.       Manajemen karier merencanakan dan mengembangkan karier orang secara potensial.
  1. Manajemen Imbalan.
Sistem pembayaran mengembangkan struktur pembayaran dan system yang layak, adil dan transparan. Pembayaran untuk kontribusi mengaitkan imbalan dengan usaha, hasil, kecakapan dan ketrampilan. Imbalan non financial member imbalan non financial kepada karyawan.
  1. Hubungan Karyawan.
Hubungan industrial, mengelola dan mempertahankan hubungan formal dan tidak formal dengan serikat pekerja dan anggotanya. Keterlibatan dan partisipasi karyawan memberikan pilihan, berbagi informasi dengan karyawan dan membicarakan kepentingan bersama dengan mereka. Komunikasi menciptakan dan menyampaikan informasi mengenai kepentingan kepada karyawan.


SIMPULAN
Dari uraian di atas membuktikan secara signifikan bahwa das sein and das sollen, kenyataan belum sesuai dengan harapan, fakta empirik dari menggambarkan bahwa pelaksanaan pelayanan publik belum sesuai dengan normatifnya yaitu berdasarkan teori-teorinya.
Pelaksanaan pelayanan publik di Indonesia masih belum efektif, masih terkesan pelayanan setengah hati, kecenderungan dari para birokrat masih merasa sebagai penguasa yang harus dilayani bukan melayani.
Kondisi Pelayanan publik di Indonesia lebih menggambarkan lagi betapa belum efektif dan optimalnya penerapan Budaya Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia pada lembaga pemerintahan di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar