JOURNAL ILMIAH
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK MELALUI PENERAPAN BUDAYA ORGANISASI DAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
OLEH : Deddy Pandji Santosa
ABSTRAK
Hasil penelitian yang diperoleh
mengenai rendahnya kualitas pelayanan publik di Indonesia sangat dipengaruhi
oleh variabel Budaya Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, disamping
pengaruh variabel lainnya yang tidak diteliti.
Metode penelitian yang digunakan
adalah melalui pendekatan dengan explanatory research, dimana faktor-faktor yang
diidentifikasi dapat mempengaruhi peningkatan kualitas pelayanan publik
diantaranya adalah : Transparansi, Akuntabilitas, Kondisional, Partisipatif,
Kesamaan Hak dan Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban.
Kesimpulannya apabila penerapan
Budaya Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia Di laksanakan di semua
lembaga pelayanan khususnya di Pemerintahan Indonesia, maka Kualitas Pelayanan
Publik akan Meningkat.
Kata Kunci : Budaya Organisasi,
MSDM, Kualitas Pelayanan.
I.
PENDAHULUAN
Pelayanan
publik yang menjadi fokus studi disiplin ilmu Administrasi publik di Indonesia
masih menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian yang
komprehensif.
Pada
dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat
dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Masyarakat setiap waktu menuntut pelayanan
publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan tersebut sering tidak
sesuai dengan harapan. Pemerintahan milik masyarakat akan tercipta jika birokrat
dapat mendefinisikan ulang tugas dan fungsi mereka. Sedemikian penting karena hubungannya dan
singgungannya dengan manusia dalam komunitas masyarakat banyak ( society
community). Dalam konteks ini, birokrasi pemerintah memainkan perannya sebagai
institusi terdepan yang berhubungan dengan pelayanan kepada masyarakat (warga).
Oleh karena itu, dalam gugus institusi birokrasi pemerintah, pelayanan
masyarakat merupakan pelaksanaan tugas-tugas pemerintah yang secara langsung
memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
Peran
pemerintah daerah sebagai penyedia pelayanan publik diarahkan kepada visi
sebagai penggerak dan fasilitator dalam penyediaan pelayanan publik. Hal ini
ditandai dengan orientasi dan peran aktif pemerintah daerah untuk mendorong
partisipasi masyarakat dalam penyediaan pelayanan public.
Masyarakat
diberdayakan sehingga mampu mengontrol pelayanan yang diberikan oleh birokrasi.
Dengan adanya kontrol dari masyarakat pelayanan publik akan lebih baik karena
mereka akan memiliki komitmen yang lebih baik, lebih peduli, dan lebih kreatif
dalam memecahkan masalah.
Sebagaimana disampaikan
oleh Osborne dan Plastrik ( 2004: 322-323) yang
menyatakan bahwa :
Pemerintah
milik masyarakat mengalihkan wewenang kontrol yang dimilikinya ketangan
masyarakat. Masyarakat diberdayakan sehingga mampu mengontrol pelayanan yang
diberikan oleh birokrasi. Dengan adanya kontrol dari masyarakat, pegawai negri
( dan juga pejabat terpilih, politisi ) akan memiliki komitmen yang lebih baik,
lebih peduli, dan lebih kreatif dalam memecahkan masalah.
Secara
teoritik, pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktivitas
seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung
untuk memenuhi kebutuhan.
Pelayanan
publik menurut Sinambela ( 2006: 5) adalah : “ Sebagai setiap kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap
kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan
kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik”.
Tujuan
pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai
kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan
prima, menurut Sinambela dkk, (2006:6) tercermin dari karakteristik:
“
(1) Transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat
diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta
mudah dimengerti, (2) Akuntabilitas, yaitu pelayanan dapat dipertanggung
jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (3) Kondisional, yaitu pelayanan yang sesuai dengan
kondisi dan kemapuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada
prinsip efisiensi dan efektifitas, (4) Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat
mendorong peran serta masyarakat dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan
harapan masyarakat, (5) Kesamaan hak, yaitu
pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun
khususnya sara, status sosial, (6) Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu
pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima
pelayanan publik”
Pelayanan publik menjadi isu kebijakan yang
semakin strategis karena perbaikan pelayanan publik di Indonesia cenderung
“berjalan di tempat”. Buruknya pelayanan publik di Indonesia sering menjadi
variabel penting yang mendorong munculnya krisis kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah. Krisis kepercayaan masyarakat teraktualisasi dalam bentuk protes
dan demonstrasi yang cenderung tidak sehat menunjukkan kefrustasian publik
terhadap pemerintahnya
Secara
empirik pelayanan publik yang terjadi selama ini masih bercirikan :
berbelit-belit, lambat, mahal, dan melelahkan. Kecenderungan seperti itu
terjadi karena masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang melayani bukan
yang dilayani. Pelayanan yang harusnya ditujukan kepada masyarakat umum kadang
dibalik menjadi pelayanan masyarakat terhadap negara, artinya adalah birokrat
sesungguhnya haruslah memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat.
RUMUSAN
MASALAH
Adanya
permasalahan mengenai rendahnya kualitas pelayanan publik yang diduga
disebabkan karena Penerapan Budaya Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia
belum berjalan dengan efektif, maka perlu diketahui faktor-faktor apa saja dari
kedua variable tersebut yang mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik. Dengan
mengenali factor-faktor atau dimensi-dimensi yang mempengaruhi serta mengetahui
seberapa besar pengaruhnya terhadap kualitas pelayanan publik, maka dapat
dilakukan upaya peningkatan kualitas pelayanan publik pada Dinas Tata Ruang dan
Cipta Karya Kota Bandung pada masa yang akan datang. Oleh karena itu penelitian
tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik melalui Penerapan Budaya
Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia perlu dilakukan.
PEMBAHASAN
Sebagaimana telah dipaparkan di atas, bahwa
Dimensi yang dapat mempengaruhi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik adalah
Budaya Organisasi dan MSDM, maka kita harus mendalami keduanya sesuai dengan
pendapat atau teorinya dari beberapa akhli.
Dimensi budaya organisasi menurut Edgar H. Schein dalam Ndraha ( 2005: 235) ada
dua yaitu :
1.Eksternal
adaptation, yaitu surviving in and
adapting to external, changing environment. Dimensi ini terdiri dari lima
elemen yang dapat diukur dengan menggunakan instrument penelitian tentang
sejauh mana nilai kelima elemen itu dianut (shared
by) warga organisasi. Kelima elemen itu adalah: (a). Mission dan strategi,( b). Tujuan ( goals) yang dijabarkan dari misi,(c).Alat ( means) untuk mencapai tujuan,(d). Pengukuran ( measurement), standar,( e). Perbaikan (correction).
2.Internal
Integration, yaitu managing internal integration, sudah barang tentu untuk
meredam konflik dan meningkatkan kebersamaan. Hal itu mengandung enam elemen
yang juga dapat diteliti dengan menggunakan instrument penelitian. Managing Internal Integration berarti:
(a). Ciptakan bahasa dan lambang-lambang bersama.(b). Tentukan batas-batas
kelompok,(c).Distribusikan kekuasaan dan kedudukan,(d). Kembangkan norma-norma
keakraban, persahabatan dan kasih sayang, (e). Atur dan berikan insentif; reward dan punishment. (f). Terangkan
hal-hal yang sulit diungkapkan karena sensitif atau tidak dapat dijelaskan
seperti ideologi dan agama agar tercapai saling mengerti dan mengenal.
Di Indonesia Budaya Organisasi menurut Ndraha (
2005 : 3):
“Mengemukakan bahwa sejak tahun 80-an saat
sektor swasta berkesempatan mengembangkan usaha di bidang non-migas, kebutuhan
akan pembudayaan nilai-nilai baru tentang kewirausahaan dan manejemen”. Kemudian
pada tahun 90-an banyak dibicarakan tentang kebutuhan niali-nilai baru, konflik
budaya, dan bagaimana mempertahankan Budaya Indonesia serta pembudayaan
nilai-nilai baru”.
Bersamaan dengan itu para akademisi mulai
mengkajinya dan memasukkannya ke dalam kurikulum berbagai pendidikan formal dan
informal. Yang dimaksud dengan budaya
organisasi di Indonesia adalah budaya organisasi pada umumnya dan dalam garis
besar. Menurut Ndraha ( 2005 : 241),
“Organisasi di Indonesia dapat dikelompokkan
menurut tipologi organisasi dan diidentifikasi menurut pendekatan Hampden-Turnerian.
Pendekatan tersebut menunjukkan betapa kuatnya pengaruh budaya makro terhadap
budaya mikro, atau dengan perkataan lain karena budaya makro di Indonesia
adalah budaya politik, budaya organisasi sangat dipengaruhi oleh budaya
politik, sementara budaya politik bergantung pada budaya elit yang berkuasa
pada suatu masa”.
Budaya
Organisasi (BO) merupakan bagian dari Manajemen Sumber Daya Manusia dan Teori Organisasi
dalam rangka meningkatkan kinerja staff. Manajemen Sumber Daya Manusia melihat
Budaya Organisasi dari aspek prilaku, sedangkan Teori organisasi melihat Budaya
Organisasi sebagai wadah tempat individu bekerjasama untuk mencapai tujuan.
Budaya Organisasi merupakan salah satu asset atau sumber daya organisasi yang
menjadikan organisasi dinamis dengan karakteristik fisik (observable) maupun non-fisik (unobservable)
yang khas berisi asumsi-asumsi, nilai-nilai, norma, komitmen dan kepercayaan,
bermanfaat untuk mendorong dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas
organisasi publik maupun privat.
Kajian
terhadap pengertian budaya organisasi juga mempertegas dan memperjelas peran
Budaya Organisasi sebagai alat untuk menentukan arah organisasi, mengarahkan
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, bagaimana mengalokasikan dan memanage
sumber daya organisasional ( SDM, Teknologi. Uang, Material, Informasi, Metode,
dll ), dan juga sebagai alat untuk menghadapi masalah dan peluang yang datang
dari lingkungan organisasi, terutama kekuatan ini bersumber dari nilai-nilai
fundamental organisasi.
Martin, dalam Lako, (2004 : 31), berpendapat
bahwa:” Budaya Organisasi merupakan sensitivitas terhadap kebutuhan pelanggan
dan karyawan; kemauan untuk menerima resiko; kebebasan atau minat karyawan
untuk memberi ide-ide baru; keterbukaan untuk melakukan komunikasi secara bebas
dan bertanggung jawab”.
Kajian terhadap pengertian budaya organisasi
tersebut, disimpulkan bahwa terdapat beberapa unsur atau elemen Budaya Organisasi,
sebagai berikut :
1. Lingkungan
organisasi, meliputi : lingkungan intern ( SDM, Teknologi, Peraturan-peraturan,
Material, Struktur Organisasi, Tugas pokok dan fungsi, dll). Lingkungan
ekternal ( IPOLEKSOSBUDHANKAM, dll ).
2. Karakteristik
Organisasi yang kelihatan dan yang tidak kelihatan.
3. Jaringan
Kultural : unsur ini secara informal dapat dikatakan sebagai jaringan
komunikasi dalam organisasi yang dapat dijadikan sebagai alat untuk menyebarkan
nilai-nilai Budaya Organisasi.
4. Kepahlawanan
: unsur ini sering dimanfaatkan untuk mengajak seluruh karyawan untuk mengikuti
nilai-nilai budaya organisasi yang dilakukan oleh orang-orang tertentu yang
ditunjuk sebagai tokoh.
5. Upacara/tatacara
tertentu yang dilakukan secara rutin dalam rangka mensosialisasikan dan
menginternalisasikan nilai-nilai karakteristik Budaya Organisasi.
Unsur Budaya Organisasi tersebut berinteraksi
satu sama lain, saling mempengaruhi, saling menguatkan atau melemahkan
tergantung dari tingkat keselarasan diantara unsur-unsur tersebut. Namun secara bersama-sama unsur-unsur
tersebut membentuk corak budaya kerja suatu organisasi baik di tingkat satuan
kerja maupun di tingkat organisasi secara keseluruhan.
Pemahaman
tentang Manajemen Sumber Daya Manusia berdasar pada pendapat pakar sebagai
berikut: Kiggundu dalam Sedarmayati ( 2007: 351) “Manajemen Sumber Daya
Manusia dan sasaran individu,
organisasi, masyarakat, bangsa dan internasional yang efektif”. Flippo dalam
Sedarmayanti ( 2007:351) “Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi,
pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai
berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat”.
Tujuan
Manajemen Sumber Daya Manusia secara umum adalah untuk memastikan bahwa
organisasi mampu mencapai keberhasilan melalui orang. Sistem Manajemen Sumber
Daya Manusia dapat menjadi sumber kapabilitas organisasi yang memungkinkan
perusahaan atau organisasi dapat belajar dan mempergunakan kesempatan untuk
peluang baru.
David
Guest dalam Sedarmayanti ( 2007:15) telah menggunakan model Harvard dan
memperluas dengan mendefinisikan empat tujuan kebijakan yang dipercaya
digunakan sebagai proporsi yang dapat diuji:
1. Integrasi
stratejik: kemampuan organisasi mengintegrasikan masalah manajemen sumber daya
manusia ke dalam rencana stratejik, memastikan bahwa beragam aspek manajemen
sumber daya manusia saling melekat, dan memberikan pimpinan masukkan perspektif
manajemen sumber daya manusia ke dalam pengambilan keputusan.
2. Komitmen
tinggi: komitmen perilaku untuk mencapai tujuan yang disepakati, dan komitmen
sikap yang direfleksikan dalam identifikasi kuat terhadap perusahaan atau
organisasi.
3. Kualitas
tinggi: mengacu kepada semua aspek perilaku manajerial yang mendukung kualitas
barang dan jasa yang dihasilkan, termasuk pengelolaan karyawan dan investasi
berkualitas tinggi.
4. Fleksibilitas:
fleksibilitas fungsional dan memiliki struktur organisasi yang dapat diadaptasi
dengan kapasitas mengelola inovasi.
Kekuatan pendorong di belakang Manajemen Sumber
Daya Manusia adalah: Pencapaian keunggulan kompetitif dalam pasar melalui persediaan
barang dan jasa yang berkualitas baik, melalui pemberian harga kompetitif yang
dikaitkan dengan produktivitas tinggi dan melalui kapasitas yang dengan cepat
melakukan inovasi serta mengelola perubahan sebagai tanggapan atas perubahan
dalam pasar atau atas penemuan dalam penelitian dan pengembangan.
Karen
Legge dalam Sedarmayanti ( 2007:16) mengemukakan :
Tema umum definisi Manajemen Sumber Daya
Manusia yang khas adalah kebijakan sumber daya manusia harus terintegrasi
dengan perencanaan bisnis stratejik dan digunakan untuk mendorong budaya
organisasi yang layak ( mengubah yang tidak layak). Bahwa sumber daya manusia
bernilai dan sumber keunggulan kompetitif, mereka akan disediakan sangat
efektif dengan kebijakan bersama secara konsisten yang mempromosikan komitmen
dan sebagai konsekuensinya, membantu terbentuknya keinginan dalam diri karyawan
untuk bertindak secara fleksibel dalam kepentingan usaha”organisasi adaptif”
untuk keunggulan.
Aktivitas
pokok dari Manajemen Sumber Daya Manusia terdiri dari tujuh unsur yaitu:
- Organisasi.
Desain
organisasi : Mengembangkan organisasi untuk memenuhi semua aktivitas yang
diperlukan, mengelompokkannya secara bersama dalam cara yang mendukung
integritas dan kerja sama, beroprasi secara fleksibel dalam menanggapi perubahan,
dan disajikan untuk komunikasi efektif serta disajikan untuk pembuatan
keputusan.
Desain
jabatan: Memutuskan berdasarkan isi jabatan, tugas dan tanggung jawab mereka,
serta hubungan yang ada antara pemegang jabatan dan orang lain dalam
organisasi.
Pengembangan
organisasi: Menstimulasi, merencanakan dan menerapkan program yang didesain
untuk memperbaiki keefektifan fungsi organisasi dan menyesuaikan diri dengan
perubahan.
- Hubungan Ketenagakerjaan.
Memperbaiki
kualitas hubungan ketenagakerjaan dengan menciptakan iklim kepercayaan,
pengembangan kontrak psikologis yang lebih positif.
- Pemberdayaan.
Perencanaan
sumber daya manusia memperkirakan permintaan orang dimasa yang akan datang.
Perekrutan dan seleksi mendapatkan jumlah dan jenis orang yang diperlukan oleh
organisasi.
- Manajemen Kinerja
Mendapatkan
hasil yang lebih baik dari organisasi, tim dan individu dengan mengukur dan
mengelola kinerja dalam kerangka kerja sasaran dan persyaratan kecakapan yang
telah disepakati, memperkirakan dan memperbaiki kinerja, mengenali dan
memuaskan kebutuhan belajar dan pemgembangan.
- Pengembangan sumber daya manusia
a.
Pembelajaran organisasi dan individu
b.
Pengembangan manajemen, member peluang belajar
dan pengembangan
c.
Manajemen karier merencanakan dan mengembangkan
karier orang secara potensial.
- Manajemen Imbalan.
Sistem
pembayaran mengembangkan struktur pembayaran dan system yang layak, adil dan
transparan. Pembayaran untuk kontribusi mengaitkan imbalan dengan usaha, hasil,
kecakapan dan ketrampilan. Imbalan non financial member imbalan non financial
kepada karyawan.
- Hubungan Karyawan.
Hubungan
industrial, mengelola dan mempertahankan hubungan formal dan tidak formal
dengan serikat pekerja dan anggotanya. Keterlibatan dan partisipasi karyawan
memberikan pilihan, berbagi informasi dengan karyawan dan membicarakan
kepentingan bersama dengan mereka. Komunikasi menciptakan dan menyampaikan
informasi mengenai kepentingan kepada karyawan.
SIMPULAN
Dari uraian di atas membuktikan secara
signifikan bahwa das sein and das sollen, kenyataan belum sesuai dengan
harapan, fakta empirik dari menggambarkan bahwa pelaksanaan pelayanan publik
belum sesuai dengan normatifnya yaitu berdasarkan teori-teorinya.
Pelaksanaan pelayanan publik di Indonesia masih
belum efektif, masih terkesan pelayanan setengah hati, kecenderungan dari para
birokrat masih merasa sebagai penguasa yang harus dilayani bukan melayani.
Kondisi Pelayanan publik di Indonesia lebih
menggambarkan lagi betapa belum efektif dan optimalnya penerapan Budaya
Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia pada lembaga pemerintahan di
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar